TUJUAN
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengatahui bentuk ketidakadilan pada ranah hukum yang contohnya adalah fenomena “Hotel Bintang Lima” pada rutan. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
ACUHAN TEORI
a. Teori Biologis
Menekankan faktor nature sebagai penentu perkembangan manusia: kematangan, dasar-dasar biologis perilaku dan proses mental.
b. Teori Psikologis
Teori ini menekankan sabab-sebab tingkah laku dari aspek psikologis dan isi kejiwaannya antara lain faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, resonalisasi yang keliru, konflik batin,emosi yang kontroversi, kecenderungan psikologis, dll.
c. Teori Sosiogenesis
Tingkah laku pada manusia adalah murni sosiologis atau sosial-psikologis misalnya disebabkan oleh pengaruh stuktur sosial yang deviatif, tekanan kolompok, peran sosial, status sosial atau iinternalisasi simbolis yang keliru maka faktor-faktor kultural dalam sosial itu sangat mempengaruhi, status individu ditengah kelompoknya, partisipasi sosial dan pendefinisian diri atau konsep diri.
d. Teori Subkultur
Mengkait sistem nilai, kepercayaan/keyakinan, ambisi-ambisi tertentu (misalnya ambisi materiil, hidup bersantai, pola kriminal, relasi heteroseksual bebas, dll) yang memotivasi timbulnya keinginan untuk berbuat melanggar hukum.
PEMBAHASAN
Artalyta Suryani menyambut tamu pemerintah di ruang penjara ekslusif ala bintang 5 Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur (10 Jan 2010)
Jauh hari sebelum pemberitaan sidak yang dilakukan oleh Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di Rutan Pondok Bambu pada 10 Januari 2010 silam,kisah praktik KKN dan ekslusivisme para napi di penjara maupun rumah tahanan sudah menjadi bagian dari tradisi pengelolaan PENJARA (diganti nama Lembaga Pemasyarakatan) dan rumah tahanan (rutan). Meski reformasi bergulir beberapa tahun lamanya, namun alur amanat reformasi di bidang hukum dan peradilan terputus. Justru irama praktik mafia hukum dan peradilan terus berdenyut menutup suara nurani para pencari keadilan di negeri ini.
Ayin, Bukanlah Satu-Satunya Orang “Kuat” Indonesia
Praktik bandit hukum dan peradilan bisa dikatakan mengisi sejarah kemerdekaan Indonesia. Para pelakunya adalah para bandit yang melakukan tindak pidana dan para penyelenggaran negara yang berkhianat terhadap negara dan rakyat pada umum serta nurani kebenaran pada khususnya. Kisah Artalyta Suryani alias Ayin yang mendapat fasilitas hotel berbintang di Rutan Pondok Jambu hanyalah sebuah fenomena turun-temurun yang tidak pernah diselesaikan secara benar oleh penyelenggara negara, khususnya pasca reformasi 1998.
Seorang Ayin yang telah terbukti secara hukum merusak sistem hukum dengan menyuap dan mengintervensi kasus hukum Syamsul Nursalim, ternyata mendapat fasilitas super mewah bila dibanding dengan kondisi para tahanan rakyat jelata. Dengan uang Rp 200 juta, Ayin menyuap pihak Rutan Pondok Bambu untuk menyulap ‘ruang intropeksi diri’ (hakikat sejati dari penjara) menjadi ‘rumah pribadi’. Setelah itu, setiap bulan pihak Rutan mendapat setoran Rp 50 juta dari Ayin untuk ‘uang sewa’.Dengan uang Rp 50 juta per bulan tersebut, Ayin mendapat fasilitas serba mewah di dalam selnya, di antaranya AC portable, televisi layar datar, toilet duduk, double springbed, dan terkadang Ayin bisa memanggil dokter spesialis kulit ke selnya.
Ayin bukanlah satu-satunya orang ‘kuat’ di Indonesia. Mereka yang memiliki uang dan/atau relasi dengan petinggi negara termasuk dalam kasta ‘Ayin’. Di Rutan yang sama, Lien Marita alias Aling (kasus narkoba) mendapat fasilitas ‘hiburan malam’ berupa ruang karaoke. Yang menakjubkan, ruang karaoke itu berada di area ruang kerja Sarju Wibowo, Kepala Rumah Tahanan Negara Pondok Bambu.
Kisah dibalik istana penjara Ayin sebenarnya bukanlah hal yang mengejutkan. Diawal tahun 2000-an, para koruptor yang ditahan dapat dengan mudah melarikan diri ke luar negeri, menembus Rutan hingga petugas emigrasi di bandara. Hendra Raharja yang lari ke Australia, David Nusa Wijaya, Bambang Sutrisno, Andrian Kiki Ariawan, Djoko S Tjandra, merupakan para bandit yang berhasil kabur atas servis yang diberi oleh pejabat negara yang bermental penghianat.
Kisah lainnya adalah koruptor Bob Hasan dan Rahardi Ramelan. Bob Hasan selama mendekam di Nusa Kambangan mendapat fasilitas mewah, satu tingkat dibawah Tommy Soeharto. Rahardi Ramelan, terpidana kasus korupsi Bulog. langsung mendapat remisi hanya setelah 2 hari masuk ke LP Cipinang. Namun, diantara itu semua, kasus yang paling fenomenal lainnya adalah Tommy Soeharto, mantan narapidana kasus pembunuhan hakim agung M Syafiuddin Kartasasmita yang dibebaskan oleh pemerintah pada Oktober 2006.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa keadilan di Indonesia ini belum bisa ditegakkan dengan benar sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kualitas SDM indonesia yang rendah, akibatnya hukumpun bisa dibeli dengan uang. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka diperlukan kerjasama dari berbagai elemen yang tentunya mempunyai SDM yang berkualitas agar segala kasus hukum di Republik Indonesia ini dapat terselesaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar